Selasa, 26 Maret 2019

MENYIAPKAN PENSIUN

Tulisan ini kubuat untuk mengingatkanku sendiri, dan barangkali berguna untuk orang lain yang mau membaca.  Sebagai pribadi yang berumur 54 tahun di 2019 ini, rasanya sudah banyak yang terlewati, pengalaman, yang manis, yang pahit, yang sedih dan tentu saja yang menggembirakan.  Rasanya hidup ini sudah lengkap.  Bukan berarti sudah pengen mati!!! beluuum...bekal belum cukup, tanggung jawab belum tuntas.... Tapi sebagai manusia apalagi sudah estewe gini, mikir mati ya wajar.
Pemikiran yang sering muncul adalah
1. Kalau pensiun mau ngapain?  
Sebagai dosen aktif, setiap hari berangkat ke kantor (tidak selalu ngajar), punya tugas struktural, tentu saja  kesibukan harian tidak kalah dengan romusha...(agak lebay siiih).  Tapi bener...rasanya jam kerjaku bisa sampai 12 jam per hari, kadang Sabtu dan Minggupun masuk....(kok gak kuru????....). Karena kerjanya banyak, makan juga banyak...Coba diteliti, orang yang sibuk, biasanya mulutnya juga sibuk .... makan (maaf bagi yang gak gitu dilarang protes...ini fenomena yang masih merupakan hipotesis.  Perlu diuji!!).  Kuamati diriku sendiri, kalau lagi kena deadline pekerjaan yang kupikirkan adalah hidangan pendamping kerjanya apa????, nanti kalau sudah selesai kerjanya, perlu selebrasi...makan lagiiii.  Lha opo ra lemuww.
Kembali ke topik. Utamanya aku ingin pensiun sejahtera dan mandiri.Titik.
Artinya, di masa pensiun jangan sampai bergantung pada anak.  Aku benar-benar berdoa dan tentu saja mulai sekarang berusaha bagaimana menyiapkan pensiunku yang masih 10 tahun lagi. 
Sebagai pribadi, aku bersyukur diberi Allah beberapa keahlian yang sepertinya masih bisa dimanfaatkan ketika pensiun.  Mudah-mudahan rencana membuka warung minggu depan juga bisa menjadi bekal yang bisa diandalkan.
Cerita tentang masa tua memang dilematis.  Hubungan orang tua dan anak adalah hubungan yang kompleks.  Bentuknya akan sangat tergantung pada ajaran Agama, budaya dan kondisi yang diciptakan dalam keluarga itu sendiri.  Pengalaman hidup bersama orang tua selama puluhan tahun memberiku kesimpulan: akan sangat ideal jika hubungan orang tua dan anak bukanlah hubungan ketergantungan secara ekonomi tapi lebih pada hubungan kasih sayang dan saling peduli.  Ini tidak membicarakan orang tua yang dulunya kaya dan sudah menyiapkan warisan yang cukup untuk anak cucu lho... Yang kubicarakan adalah kondisi kebanyakan kita, anak lebih makmur dari orang tua dan orang tua memang sudah punya cita-cita tua ikut anak.  Nah ini yang bahaya.... Tapi tidak ideal juga jika anak sampai dewasa "ikut" orang tuanya terus.  
Orang tua yang ikut anak beranggapan sudah waktunya anak membalas budi orang tua sehingga selayaknya anak ganti merawat orang tua.  Ajaran agama juga menganjurkan demikian.  Ini tidak terbantahkan.  Mangkanya, orang harus kaya agar mampu merawat orang tua.